Jangan Dipaksa Kalau Memang Sudah Tak Bisa

Video: Warga RI Mau Good Looking, Industri Kosmetik RI Makin Glowing

Laporan Wartawan TribunStyle.com, Rifan Aditya

TRIBUNSTYLE.COM - Tahukah kalian berapa banyak jumlah bahasa yang ada di Indonesia?

Jumlah bahasa daerah atau bahasa lokal yang ada di seluruh Indonesia itu mencapai 700 lebih.

Bila kita melihat berdasarkan bahasa daerah sudah sebanyak itu.

Bagaimana kalau kita tambahkan dengan bahasa sehari-hari yang dipakai berdasarkan kalangan tertentu.

Misalnya bahasa yang dipakai anak kecil, remaja, dan orang tua.

Jelas sudah berbeda-beda, apalagi jika sudah dilihat pula berdasarkan wilayah daerahnya tentu akan semakin banyak.

Daripada bingung mempelajarinya semua.

Kita sebagai generasi muda, anak millennial dan remaja sebaiknya tahu dulu bahasa yang sering kita pakai.

Ternyata bahasa anak muda di era 90an, dan 2000-an itu sudah berbeda lho.

Jika dulu tahun 90an kita sering menggunakan kata-kata seperti jayus, garing, meneketehe, bokap, nyokap dan sebagainya.

Sekarang anak-anak millennial yang sedang hidup di era 2000-an punya bahasanya sendiri.

Bahasa mereka ini kadang tidak dipahami oleh orang lainnya.

Jadi, yuk belajar singkatan dalam bahasa anak generasi millennial yang aneh-aneh ini.

Video: Saat Operator Seluler & Internet Bersatu Perangi Judi Online

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebagai orang tua, sebaiknya Anda selalu mengatakan hal-hal baik kepada anak. Namun terkadang ketika orang tua melihat anaknya tidak sepintar atau seberbakat anak-anak lainnya, mereka cenderung membandingkan.

Hal tersebut sangatlah keliru sebab anak akan mengalami kesulitan dalam hal pembentukan jati diri dan menghambat kesuksesan mereka. Tidak hanya itu, orang tua yang selalu membandingkan akan membuat kesehatan mental anak terganggu.

Kebiasaan membanding-bandingkan anak merupakan salah satu tanda gaya parenting yang narsistik. Pola pengasuhan yang seperti ini bisa berdampak sangat buruk terhadap perkembangan psikologis anak. Anak-anak dari orang tua narsis secara alamiah akan belajar dan meniru bahwa manipulasi dan rasa bersalah adalah strategi yang efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Menurut psikolog Schrag Hershberg, ketika orang tua membandingkan anak mereka dengan orang lain, itu akan membuat mereka merasa rendah diri."Pada akhirnya, anak-anak akhirnya merasa diri mereka buruk. Ini merupakan faktor risiko untuk sejumlah hal negatif di kemudian hari, seperti kecemasan, depresi, dan penyalahgunaan narkoba," katanya.

Satu hal yang perlu diketahui adalah, anak tidak perlu dibanding-bandingkan. Namun orangtua yang narsistik akan kerap membandingkan sang anak dengan dirinya yang dahulu atau anak lainnya.

Mereka mungkin memiliki anak emas yang mereka puji berlebihan, misalnya, ketika berbicara buruk tentang anak lain dalam keluarga.

Tak peduli betapa bagusnya pencapaian sang anak, orang tua jenis ini tetap merasa buah hatinya kurang memuaskan. Satu-satunya patokan yang dipegangnya adalah bagaimana dirinya berhasil melewati hambatan atau masalah tersebut.

Hal ini tentu dapat membuat anak merasa tidak nyaman, tidak setia dan secara psikologis tidak aman.

Saksikan video di bawah ini:

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan, mereka sudah mendapat list nama-nama pemain judi online dari PPATK.

Kalau nama-nama tersebut menjadi pengguna atau user salah satu anggota AFPI, mereka masuk dalam user high risk.

"Kalau dari fintech, kami sudah dapat list dari OJK yang list nama-nama yang dari PPATK," ujar Kus usai Deklarasi Pemberantasan Judi Online di Kantor Kominfo, Rabu (28/8/2024).

"Kalau itu kemudian menjadi user kami, menjadi pengguna di suatu platform, platform itu tentu user masuk ke high risk, kalau mengajukan [pinjam dana] lagi itu nggak mungkin, pasti ditolak," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, OJK mengatakan, bukan bank yang sering menjadi media untuk topup judi online. OJK menyebut, posisi pertama ditempati aplikasi, lalu ada agregator yang mempromosikan judi online.

Lalu ada payment gateway seperti OVO, Dana, dan lainnnya. Baru kemudian perbankan yang digunakan untuk top-up judi online.

"Mereka simpan dana di perbankan, nah yang disikat di perbakan ini kalau OJK. Kalau yang di payment gateway dari BI," ujar Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani.

Saksikan video di bawah ini: